Srikandi Itupun Mudik Dan Tak Kembali
Sabang, 9 – 8 2020
Orang berilmu dan beradab tidak diam beristirahat di kampung halaman.
Tinggalkan negerimu dan hidup asing (di negeri orang).
Kau akan dapatkan pengganti dari orang-orang yang engkau tinggalkan (kerabat dan kawan).
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.
Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan..
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang.
Singa jika tak tinggalkan sarang, tak akan dapat mangsa..
Anak panah jika tak tinggalkan busur, tak akam kena sasaran.
Untaian merantau imam Syafi`I tersebut sangat pantas untuk disematkan pada srikandi yang bergerak dari episentrum mula kehidupan, berkelana dari kampung halaman menyelami lika liku kehidupan yang jauh diujung kepulauan Nusantara. Menyandarkan diri di pulau yang menjanjikan keindahan bukan karena ingin memanjakan mata dan pikiran, namun sebuah pengabdian kepada negara dengan bangsa dengan memberikan segala kekuatan dan potensi untuk menegakkan keadilan kepada rakyat.
Mengawali Karir sebagai Hakim di tanoh mulia Aceh Darussalam tepatnya dataran tinggi Gayo, di Mahkamah Syar`iyah Redelong, berakhir di kepulauan yang menjulir ke samudra Indonesia Mahkamah Syar`iyah Sabang, telah dihabiskan hampir satu dekade, seakan tak percaya kalau Namanya masuk dalam Mutasi Hakim kali ini, pindah ke PA Cilegon Kelas II, belum begitu lama kebersamaan di MS Sabang dirajut, hanya 1,5 tahun, namun begitu sangat berkesan dan berarti, interaksi yang terbangun seperti air mengalir, komunikasi yang sehat dan penuh canda, ketegasan yang mendidik, bersosialisasi dengan penuh makna, bahkan terlibat dalam segala aktifitas kantor sampai terkadang melepaskan status sosialnya sebagai Hakim. Bergabung, bercerita dan tertawa lepas dengan penuh persahabatan. Pengakuan jujur beliau seakan menemukan keluarga baru di sini. Kebersamaan ini terlepas oleh ruang dan waktu, kehidupan terus berjalan dan kita gak mungkin berdiam dan mencari titik aman hanya untuk diri kita sendiri saja.
Pindah akan menjadi momok ketika kita sangat berharap itu terjadi, namun begitu sangat mengembirakan ketika datang bak tamu tanpa ada keinginan tang terbersik dalam pikiran. Itulah jiwa perantau bergerak dan berjalan menjalani bagai air yang mengalir, jauh dengan keluarga bukanlah tangisan bagi para pejuang penegak keadilan, namun perpindahan adalah sebuah hiburan ketika itu bisa dinikmati dengan penuh keikhlasan, kita bukanlah yang punya kehidupan, kita bukanlah yang punya gerak, tapi bagaimana kita bisa menikmati setiap jengkal kehidupan dan gerak itu dengan optimis.
Dialah sosok bu Ertika Urie sosok anak, istri, ibu dan Hakim. Semua tanggung jawab itu seakan diemban dengan sempurna. Semua tanggung jawab diperankan dengan penuh tanggung jawab, sehingga bisa dirasakan keberadaannya oleh keluarga dan semua karyawan dikantor. Selama menjalankan tugasnya sebagai Hakim di MS Sabang, tidak ada gesekan yang terjadi. Bahkan energi positif beliau salurkan kepada semua teman sejawat dan karyawan MS Sabang. Apalagi dalam pelaksanaan ZI beliau banyak berkontribusi dalam melakukan survey internal untuk meningkatkan spirit kerja rekan-rekan semua.
Bahkan disamping memberikan motivasi, melakukan determinasi, integritas, loyalitas, dll beliau terkadang meluangkan waktunya untuk mengenalkan makanan khas kampung halaman beliau di lampung untuk disajikan kepada kami, tak heran empek-empek, kemplang dan lain-lain. Makanan – makanan ini menjadi sangat istimewa karena sangat sulit ditemukan di Sabang.
Telah banyak yang terukir, dan itu tentu sangat berkesan bagi kita semua, sesuatu yang baik akan terus kita kerjakan, kebersamaan akan terus terjadi walau kita terpisah dengan lautan, gunung dan lembah. Kemajuan tekhnologi tak akan menghambat kebersamaan ini. Kita tetap bisa ketawa walau jarak yang membentang. Selamat jalan dan jangan pernah berfikir kembali, karena jalan itu kedepan. Terus berprestasi dan memberikan yang terbaik untuk negeri ini. (FR)