Pada hari Rabu tanggal 5 Februari 2025 bertempat di Ruang Rapat Badan Musyawarah DPR Aceh telah berlangsung pertemuan antara Pimpinan Mahkamah Syariyah Aceh dengan Komisi VII DPR Aceh yang membidangi Keistimewaan dan Kekhususan Aceh. Pertemuan ini bertujuan untuk membahas program kerja Mahkamah Syar’iyah Aceh tahun 2025 sebagai lembaga khusus di Aceh yang menjalankan fungsi Peradilan Syariat Islam.

Rapat kerja ini dihadiri langsung oleh Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh Bapak DR. Drs. H. Raffuddin, M.H, dengan didampingi oleh jajaran Mahkamah Syar’iyah yang terdiri dari Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, DR Basuni SH., M.H, Hakim Tinggi Mahkamah Syar’iyah Aceh, Dr. Drs Munir, SH., M.H, DR. Drs Amiruddin, SH.,M.H, Sekretaris Mahkamah Syar’iyah Aceh, H. Khairuddin, S.H., M.H, turut dihadiri oleh Ketua Mahkamah Syar’iyah Jantho, DR. Muhammad Redha Valevi, SH.I., M.H, Ketua Mahkamah Syar’iyah Sabang, Yusnardi, S.H.I,M.H, Ketua Mahkamah Syar’iyah Calang, Khaimi, S.H.I, dan Kabang Perencanaan dan Kepegawaian Mahkamah Syar’iyah Aceh, Mashuri, S,Ag serta beberapa pejabat lainnya di lingkungan Mahkamah Syar’iyah, sementara dari komisi VII DPR Aceh langsung dihadiri oleh Ketua Komisi VII Bapak Ilmiza Sa’addudin DJamal, MBA, Wakil Ketua Komisi VII Bapak Romi Syahputra, SE dan anggota komisi VII, diantaranya Bapak Zamzami, Muhammad Wali, dan, Sutarmi.
Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh dalam kegiatan tersebut menyampaikan bahwa Rapat kerja antara Mahkamah Syar’iyah Aceh sebagai mitra kerja Komisi VII DPR Aceh tahun 2025 ini merupakan sebuah babak baru dalam perjalanan sejarah terbentuknya Mahkamah Syar’iyah sebagai satu-satunya lembaga Peradilan Syariat Islam di Aceh.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Mahkamah Syar’iyah merupakan salah satu win win solution dalam rangka mengakhiri konflik yang berkepanjangan di Aceh, dengan memenuhi sebagian tuntutan Rakyat Aceh yaitu berupa keinginan menerapkan Hukum Islam di dalam segala lini kehidupannya, lanjutnya.
Kehadiran Mahkamah Syar’iyah sebagai sebuah lembaga peradilan khusus di Aceh merupakan amanah dari Undang-Undang Pemerintah Aceh Nomor 11 Tahun 2006, dan sebagai wujud otonomi yang diberikan oleh Pemerintah pusat untuk Aceh dalam bidang peradilan dan penegakan hukum, lanjutnya.
Undangan rapat kerja dari DPR Aceh kepada Mahkamah Syar’iyah Aceh dalam rangka membahas program kerja pada awal tahun 2025 ini patut disyukuri dan diapresiasi, ucap Rafiuddin.
Dalam lanjutan pemaparannya, ia juga menyampaikan bahwa kewenangan Mahkamah Syar’iyah dalam menangani perkara Jinayat (Pidana Islam) & Muamalah (termasuk sengketa ekonomi syariah/perbankan syariah) adalah kewenangan yang diberikan oleh Pemerintah Aceh dan DPR Aceh dengan disahkannya Qanun Aceh. Harapan ke depan dengan adanya Komisi VII yang umumnya diisi oleh wajah-wajah baru di lembaga legislatif Aceh, akan lahir semangat baru yang memiliki komitmen dan kepedulian khusus untuk Mahkamah Syar’iyah sebagai lembaga peradilan Syariat Islam di Aceh, harapnya. Terlebih saat ini Mahkamah Syar’iyah sebagai lembaga peradilan Syariat Islam di Aceh telah memiliki nomenklatur anggaran khusus dengan terbitnya Permendagri Nomor 900.1-15.5-3406 TAHUN 2024, ujar Doktor Rafiuddin.

Dalam tanggapannya, Ketua Komisi VII Ilmiza Sa’aduddin Djamal dan Wakil Ketua Komisi VII Romi Syahputra serta anggota yang hadir menyampaikan komitmenya dan sepakat untuk mengawal Mahkamah Syar’iyah di Aceh akan mendapatkan perhatian khusus dengan memperoleh anggaran yang proporsional dalam menjalankan tugas dan kewenangan yang telah diberikan oleh DPR Aceh dan Pemerintah Aceh tersebut.
Rapat kerja diakhiri dengan foto bersama antara Komisi VII DPR Aceh dan rombongan Mahkamah Syar’iyah.