Mahkamah Syar`iyah adalah lembaga Peradilan Syari’at Islam di Nanggroe Aceh Darussalam sebagai pengembangan dari Peradilan Agama yang diresmikan pada tanggal 4 Maret 2003 M/1 Muharram 1424 H sesuai dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001, Keppres Nomor 11 Tahun 2003 dan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002.
Adapun Kekuasaan dan kewenangan Mahkamah Syar`iyah Sabang adalah kekuasaan dan kewenangan yang berada di wilayah hukum Mahkamah Syar’iyah Aceh ditambah dengan kekuasaan dan kewenangan lain yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam bidang ibadah dan syi`ar Islam yang ditetapkan dalam Qanun.
Kekuasaan dan Kewenangan Mahkamah Syar’iyah, sesuai dengan Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
- perkawinan;
- waris;
- wasiat;
- hibah;
- wakaf;
- zakat;
- infaq;
- shadaqah; dan
- ekonomi syari’ah.
Adapun yang dimaksud dengan “ekonomi syari’ah” adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi :
- Bank syari’ah;
- Lembaga keuangan mikro syari’ah;
- Asuransi syari’ah;
- Reasuransi syari’ah;
- Reksa dana syari’ah;
- Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;
- Sekuritas syari’ah;
- Pembiayaan syari’ah;
- Pegadaian syari’ah;
- Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah; dan
- Bisnis syari’ah.
Dalam melaksanakan amanat dari Pasal 25 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 dan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 telah memberikan kewenangan terhadap Mahkamah Syar`iyah untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara pada tingkat pertama dalam bidang:
- Al-Ahwal al-Syakhshiyah;
- Mu’amalah;
Kekuasaan dan kewenangan tersebut akan dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kemampuan kompetensi dan ketersediaan sumber daya manusia dalam kerangka sistem Peradilan Nasional. Lahirnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh tidak merubah status dan kewenangan Mahkamah Syar’iyah di Aceh. Namun demikian Undang-undang tersebut mengamanatkan pula untuk membentuk Qanun tentang hukum acara bagi Mahkamah Syar’iyah di Aceh, baik hukum acara perdata Islam maupun hukum acara jinayah Islam.